Dialah seorang lelaki mulia diatas akhlaq yang agung. Agung sejak kali penciptaannnya yang masih berupa cahaya, jauh sebelum para nabi tercipta.
“Aku telah menjadi nabi tatkala Adam masih berada antara air dana tanah. [HR.Bukhori]
Dinantikan dan disebut-sebut namanya, Ahmad dalam Kitab Taurat dan Injil berabad-abad sebelum kakinya menginjak bumi dan matanya menatap langit. Menjadi teladan jauh sebelum ia menyatakan kenabiannya di usia 40 tahun. Ia telah disiapkan dan dididik langsung oleh Rabbul Jalil, ia saw, berkata, “Rabbku telah mendidik aku dan Ia adalah sebaik-baik yang mendidik”.
Ia terlahir dalam keadaan yatim, dan ia mengatakan, aku dan pecinta anak yatim seperti jari tengah dan jari telunjuk di surga kelak. Maka, cintai dan santunilah anak yatim jika benar-benar ingin bersamanya di surga. Ia tidak pandai baca dan tulis, karena ia tidak pernah punya guru yang mengajarinya. Namun, ia adalah manusia yang paling bijak. Baginya, gurunya adalah Rabbnya. Ia memang manusia tetapi bukan manusia pada umumnya. Seperti satu buah batu tetapi bernama Yaqut bukan batu kali.
Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia. “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku.” “Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina,” demikian pesannya.
Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung atau di panglimai shahabatnya sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur’an, sunnah, hukum, peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa. Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.
Ia kerap bercengkerama dengan para sahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma’af orang.
Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.
Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata : “Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum.”
Betapa pun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya: “Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do’a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar nanti.”
Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, “Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da’wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.”
Ya, sahabat, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu “jelas” perintah tersebut, “Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam.”Ya Alloh, selama siang masih berganti malam dan malam berganti siang; sepanjang detik waktu terus berputar, bintang-bintang masih memancarkan cahayanya, kami memohon kepadaMu, limpahkan rahmat dan karuniaMu kepada junjungan kami, Muhammad saw, sampaikanlah salam dan pernghormatan kami kepada ruhnya yang diberkahi serta ruh-ruh ahli baitnya. Semoga Engkau melimpahkan sholawat dan salam kepada mereka semua. Juga kepada para nabi dan rasul, para sahabat, para kekasihmu, dan abdi-abdiMu yang shalih, yang taat dan menjaga diri. Ya Alloh, ridhiolah kami semua.Amiin. Allahumma shalli ‘alaihi wa’ala aalih !
Hari Sanusi, Muhammad
04P1001