Kisah Jumail binti Yassar
Jumail binti Yassar adalah saudara sahabat mulia Ma’qal bin Yassar. Ia menikah dengan seorang laki-laki muslim Abul Baddah. Akan tetapi ia seorang yang sangat pencemburu pada istrinya.
Inilah dia…menghadapi istrinya dengan emosi dan kemarahan yang luar biasa karena sang istri berbincang akrab dengan para tetangga. Ketika ia (suaminya) masuk rumah dan tidak mendapatkan makanan, tersulutlah api kemarahan hingga kedua suami istri berdebat hebat. Dan sampailah perdebatan itu pada kalimat talak.
Maka Jumail mengumpulkan barang-barang miliknya dan membawanya ke rumah saudaranya Ma’qal dengan kondisi larut dalam sedih disebabkan talak yang dijatuhkan suaminya. Ia menunggu amarah suaminya reda dan berharap untuk kembali kepadanya. Akan tetapi bulan berlalu dan masa iddah telah penuh hingga talak itu benar-benar menjadi talak ba’in. Dan ia tidak akan halal lagi kecuali dengan akad dan mahar baru.
Dan seseorang melamarnya. Ketika Abu Dabbah mengetahui bahwa mantan istrinya hendak menikah lagi, ia segera menemui saudaranya memintanya untuk mengembalikan istrinya kepadanya dengan mengakui semua penyesalan atas apa yang dilakukan dimasa lalu. Namun Ma’qal bin Yassar menyikapi dingin dengan mengatakan:
“Sungguh Allah telah memuliakanmu dengannya kemudian engkau mentalaknya. Demi Allah aku tidak akan mengembalikannya kepadamu…selamanya.”
Ma’qal dengan nyata menolaknya. Maka Abu Baddah menemui Rasulullah Saw dan mengadukannya. Dan Jumail menginginkan untuk kembali kepada suaminya. Ia menemui saudaranya menyampaikan keinginan hatinya untuk kembali kepada suaminya. Akan tetapi saudaranya menolaknya.
Rasulullah Saw mengutus seseorang untuk memanggil Ma’qal bin Yassar dan menghadapnya. Ia berkata:
“Ya Rasulullah, ia telah mentalaknya dan menghinakannya. Iddahnya telah selesai. Dan aku memandang menikahkannya dengan orang yang menyayanginya dan melindunginya akan lebih baik.”
Nabi Saw terdiam…hingga turunlah ayat
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تعلمون
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 232)
Mendengar ayat ini Ma’qal berkata:”Aku mendengar dan taat kepada Tuhanku.” Dan ia berkata kepada Abu Dabbah: “Menikahlah dengannya. Sesungguhnya ia untukmu.”
*Hikmah kehidupan:*
Ada tipikal suami yang unik. Diantaranya pencemburu atau temperamen. Suami tipe ini ada disetiap zaman….di setiap masa. Bahkan dimasa Rasulullah dan para sahabat.
Perselisihan antara suami istri kadang disebabkan hal yang sepele. Tapi jika ditanggapi dengan serius oleh kedua pihak akan menjadi masalah besar.
Setiap pasangan perlu mengenali situasi kritis dimana ia tahu apa sikap yang harus diambil dalam situasi tertentu. Saat terjadi perselisihan misalnya. Apakah kedua suami istri harus sama-sama bicara saat itu juga, atau istri perlu menunggu amarah suami reda baru bicara atau sebaliknya. Suami yang menunggu istrinya selesai bicara dan kondisinya tidak marah baru suami bicara. Pola komunikasi ini bukan menentukan siapa yang lebih mulia akan tetapi cara menghadapi masalah agar tuntas dengan logis dan rasional. Dalam kondisi marah, keputusan-keputusan yang diambil seringkali tidak rasional.
Tidak dibenarkan setiap kali ada masalah salah satu pasangan pergi meninggalkan rumah. Seyogyanya keduanya bertahan hingga tercapai kata sepakat apa langkah selanjutnya.
Komunikasi terbuka suami istri…sangat penting. Jangan menunggu semua terlambat. Bicaralah….
Rumah tangga itu pelik. Maka perlu jeli memahami berbagai situasinya. Perjalan rumah tangga itu panjang. Maka perlu banyak perbekalan untuk menempuhnya.
Pernikahan itu bukan hanya tentang 2 orang yang berpasangan akan tetapi terkait dengan banyak orang dengan keluarga besar. Pertimbangkan hal ini terutama saat mengambil keputusan2 penting.
Didalam Islam, perempuan memiliki kebebasan & kehormatan. Termasuk untuk menentukan pasangannya. Bahkan orang tua atau saudara, tidak boleh memaksakan kehendaknya.
Keta’atan para sahabat kepada Allah dan RasulNya sungguh luar biasa. Bahkan untuk sesuatu yang berat bagi hatinya.
Bersegera dalam ta’at kepada Allah dan tidak menundanya adalah ciri mukmin
2#P0404
Temukan Sahabat Hijrahmu Disini!
Langkah Hijrah Bersama Selamanya