Sahabat,
Tiada habis tinta untuk bertutur tentang ketegaran keluarga sayidina Ibrahim alaihisalam. Salah seorang rasul Ulul Azmi karena kokohnya sabar dalam menjalani ujian dan ketetapan ilahi. Dalam tekad kuat untuk terus menyeru manusia kepada Allah. Bersamanya, sayidah Hajar, istri yang tidak kalah sabar dan tegarnya. Juga, Sayid Ismail, ananda yang paham peran, tugasnya dalam berbakti kepada ayahbunda dan patuh kepada titah Tuhan. Semua dilakukan karenan sebab iman yang melahirkan cinta.
Sahabat,
“Zam…Zam…Zam…Zam…,” itulah kata yang keluar dari Siti Hajar ketika melihat sumber air terpancar di dekat tapak kaki putranya Ismail. Setelah doa, harap dan sai kerja keras dalam mencari air untuk buah hatinya. Dijawab Allah dengan keajaiban. Dan keajaiban yang dinikmati sampai hari ini. Jawaban atas bukti cinta ibunda kepada anak.
Sahabat,
Menggetarkan jiwa. Tiada pernah terpikir. Bahwa ada perintah dalam wujud mimpi untuk menyembelih anak sendiri. Setelah sekian puluh tahun, hadirnya anak begitu sangat diharap dan dinanti. Juga setelah sebelumnya, harus berhijrah ke lembah pasir yang kering tanpa rerumput, tanpa pohonan, bahkan tak ada satu ekor burung pun yang mampu melintas dan tinggal. Kemudian, harus ditinggalkan isteri dan bayi kecil itu dengan beratnya rasa seorang ayah.(Lihat Q.S Ibrahim: 37). Agar, misi cinta bisa ditunaikan.
Sahabat,
‘Ayah, lakukan hal yang telah diperintahkan kepada ayah, kelak ananda akan tercatat dengan izin Allah sebagai abdiNya yang penyabar’, kalimat ini meluncur dalam lisan seorang anak kepada ayah. Kalimat sokongan. Yang berasal dari jiwa anak yang tercelup iman. Yang mencintai ayah namun lebih mengutamakan cinta Allah.
Sahabat,
Ujian paling tidak masuk akal itulah yang kemudian mendorong cinta dan keimanan mereka merekah. Menjadi pelajaran wangi semerbak sampai kini. Ujian yang dilewati dengan perjuangan menggapai pertolongan Allah. Dengan penuh keyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka. Tanpa mengeluh. Dan Allah pasti tidak mensia-siakan janjiNya untuk menolong orang-orang yang yakin. Dengan jalan dan caraNya sendiri yang Ia kehendaki. Dari jalan yang tidak disangka-sangka. Ajaib. Luar biasa.
Sahabat,
Seringkali manusia putus asa, menyerah dalam menjalani kehidupan yang dianggap buntu. Tiada harapan. Deadlock. Dan kebesaran Allah diperkecil dengan cara berpikir yang sempit. Kita sering mendengar perkataan semacam ini: “Kita mau makan apa kalau tidak kerja ini”, “Kalau usaha kita bangkrut kita bisa mati”, “kalau hari ini kita gagal maka habis kita”. “Kalau hasil begini bagaimana nasib negeri ini, hancur”. Ungkapan semacam ini bukankah sama artinya kita menutup kemungkinan lain? Bahkan, bertubi-tubi alasan hadir untuk menyalahkan orang lain, diri sendiri bahkan Tuhan untuk keadaan tertentu yang kita anggap buruk? Adakah kita sesulit Ibrahim as? Adakah kita sudah berupaya segigih Siti Hajar? Adakah kita sesendiri Siti Hajar? Adakah kita semencekam Ismail? Atas penderitaan seperti apa kita sampai menyalahkan keadaan? Dan memeluk keputusasaan. Meninggalkan iman, membuang ikhtiar.
Sahabat,
Mari kita sama-sama memperbaiki cinta yang pernah kalah pada kebencian, memperbaiki keyakinan yang pernah kalah pada keragu-raguan, memperbaiki perjuangan yang pernah di kalahkan putus asa. Mari bersama tegar karena cinta. Buah dari iman.
~ Hari Sanusi ~
3#P5006
Temukan Sahabat Hijrahmu Disini!
Langkah Hijrah Bersama Selamanya