Satu satunya Negara di dunia , yang hingga saat ini belum merdeka, adalah Palestina. Ada sejuta asa ketika mendengar nama itu. Cinta tentang kebebasan, cita tentang Perjuangan, dan harap yang akan terus melambung, bahwa mereka sama seperti kita, HARUS MERDEKA. Ketika menyebut atau mendengar nama itu, serta merta timbul berjuta tanya. Tanya pilu seorang muslim yang merindukan kemuliaan agamanya. Apa yang menyebabkan konflik Palestina – zionis berkepanjangan?.
Konflik yang terjadi sejak 1967 M ini seakan tidak berujung, berjalin kelindan dan sepertinya, minim solusi. Mengapa palestina tidak segera merdeka.? mengapa Israel terus menerus melancarkan kebiadabannya terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan.? Dan pertanyaan yang paling krusial, bagaimanakah mereka ( bangsa Palestina ) akan memerdekakan diri ? Bilakah masanya tiba.? Kapankah.? Akankah kita menjadi pelaku pembebasan atau sekedar bertepuk dipingir atau bahkan mencela mereka yang tengah berjuang demi kemerdekaan saudara sesama muslim di negeri para Nabi Itu ?.
Palestina, adalah bumi suci. Kiblat pertama umat islam. Di sanalah, masjid Al Aqsha, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam rehat sholat ketika melaksanakan Mi’roj.
Di sana, beliau menjadi Imam bagi para Nabi sebelumnya. Di sana pula terletak salah satu pusat peradaban Islam. Semenjak nabi Musa ‘alaihissalam. Di sana pula, terjadi peristiwa peristiwa bersejarah yang tidak terlupakan.
Kita masih ingat bagaimana Nabi Musa ‘alahissalam membebaskan pelestina. Ketika itu, yahudi yang diajaknya untuk berjuang bersama, dengan entengnya, tanpa merasa berdosa, menjawab,”Kamu berjuang saja bersama Robb kamu. Kami menunggu saja di sini. Kalau sudah menang, jangan lupa kabari kami.” Hal itu pulalah yang melatar belakangi turunnya Ayat Allah dalam KalamNya, “Hai, Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi ada orang yang gagah perkasa di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu (Tuhanmu), dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS 5:24). Dan karena itulah, mereka ( yahudi ) tertolak dari bumi suci para nabi itu.
Baru kemudian, sepeninggal Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, ketika masyarakat setempat dilanda perang saudara, para yahudi berhasil memasuki kota suci palestina dan kemudian berkarya di dalamnya. Tak dipungkiri, bahwa mereka piawai dalam hal dunia. Mereka hampir menguasai semua jenis keahlian yang ada di dunia ini, terkecuali keahlian untuk mengakui bahwa Allah adalah Robb mereka. Inilah salah satu kebodohan mereka. Kebodohan yang sangat disayangkan. Keboodohan yang kelak menjadikan mereka hina dan bertempat di neraka. Na’udzubillah
Dalam perjalanan panjang sejarah yahudi, mereka mengklaim bahwa palestina, bersama yerussalem di dalamnya, adalah tanah suci yang dijanjikan oleh Tuhan mereka. Itulah tanah suci yang harus mereka rebut dari kaum muslimin. Oleh karenanya, dari masa ke masa mereka senantiasa melancarkan makar dengan berbagai trik, agar palestina tetap dalam dekapan jajahan mereka. Jajahan kafir penyembah berhala.
Dan kita, benar benar merindukan Sosok shalahudin atau Muhammad fatih. Yang dengan gagah berani menampilkan diri. Mempersembahkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Palestina, untuk kebebasan Al Aqsha, untuk kemuliaan Islam. Maka Allah mengganjar niat mereka dengan kemenangan gemilang. Jenderal Shalahuddin Al Ayubi dan Panglima Muhammad Fatih, berhasil menang telak. Palestina Merdeka kala itu.
Sepeninggal beliau, umat islam seakan Bungkan. Mereka mempunyai banyak mulut. Sayangnya, semuanya bisu. Anggota tubuh mereka lumpuh. Sehingga tak berdaya untuk sekedar membantu. Yang bisa dilakukan, baru sekedar mencaci, mencela, demo dan seterusnya. Itupun, masih banyak dicaci oleh kalangan yang sama sama mengaku islam.banyak suara sumbang yang sangat tidak enak di dengar,tak layak terucap dari mulut seorang muslim, siapapun dan dimanapun beradanya. Sebut saja orang islam yang mengatakan, ”Buat apa melakukan demo membela poalestina? Buat apa membantu untuk kemerdekaan mereka sementara kita sendiri, Bangsa Indonesia, tengah sakit parah ?.” sebuah pertanyaan bodoh yang memiriskan hati. Na’udzubillahi min dzalik.
Lalu, apakah solusi yang harus ditempuh oleh kita, khusunya pemuda dalam berkontribusi terhadap kemerdekaan saudara kita di Palestina dan al Aqsha?
Mari diskusikan bersama.
Pertama, Layakkan Diri. Berjuang bukan sekedar perang. Berjuang, jihad, adalah dalam seluruh aspek. Semuanya. Dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, juga budaya. Maka, untuk menuju Palestina merdeka Jihad adalah niscaya. Lalu, apakah jihad itu serta merta ? dilakukan begitu saja tanpa perssiapan matang sebelumnya.? Tentunya tidak demikian. Maka, kelayakan adalah niscaya. Jihad adalah masalah kelayakkan. Kelayakkan yang disiapkan. Kelayakan yang dipaksakan. Terus menerus menempa ruhani, pikir dan fisik agar kita benar benar bisa memperjuangkan Palestina dan kemudian memerdekannya. Terus meneruslah menempa diri dengan amal sholih. Tilawah qur’an, Qiyamullai, sholat dhuha’, sedekah’ dan aneka ibadah fisik lainnya, berlari, memanah dan belajar menggunakan senjata , juga puasa sunnah adalah keharusan. Dan kelak, Allah akan menilai kita dengan amal yang kita lakukan. Seperti pengangkatan Muhammad Al Fatih menjadi panglima perang melawan zionis yahudi kala itu. Bukan asesoris duniawi yang dijadikan layak atau tidaknya beliau memimpin. Melainkan dari segi Ibadah. Tentang sholat, tentang puasa, juga tentang tilawah. Subhanallah. Semoga Allah mengijinkan kita untuk mengiktui seleksi menjadi al fatih berikutnya. Bukan sekedar seleksi melainkan biasa lolos menjadi The Next Al Fatih. Kita yakin, maka kita bisa, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Kedua, Berperan aktif dalam setiap upaya yang ditujukan bagi kemerdekaan Bangsa Palestina. Di negeri kita, banyak sekali organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Baik dari anggota DPR hingga rakyat jelata yang makan sehari hari saja susah. Di sana sini tercecer ormas yang memang konsisten untuk memperjuangkan kemerdekaan saudara suadara seiman kita di bumi kelahiran Imam syafi’i itu. Sebut saja KNRP ( Komite Nasional untuk rakyat palestina, KISPA ( Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina), Sahabat Al Aqsho, MER-C dan lainnya. Selayaknya kita mendukung setiap upaya mereka karena memang kita tidak akan mungkin memenangkan Palestina dengan tangan kita, seorang diri. Melainkan Allah, akan menurunkan Pertolongannya kepada siapa yang bersatu membantu agamanya. Dalam hal ini, ketika mampu, tidak ada salahnya bagi kita untuk menitipkan harta kita. Untuk membantu operasional perjuangan di sana. Sekali lagi, karena secara individu, uang kita yang hanya beberapa ribu, tidak mungkin kita antarkan sendiri menuju Gaza. Semoga kita termasuk yang membeli surga dengan Sedekah.
Ketiga, Kekuatan Doa. Doa adalah senjata. Senjata bagi mukmin. Doa adalah kekuatan. Doa adalah wujud ketergantungan seorang hamba kepad Allah, satu satunya Robb. Yang menciptakan, membimbing dan memelihara kita. Maka doa adalah hubungan langsung seorang Hamba agar Allah menunjukkan kuasaNya. Masih teringat jelas dalam benak kita, bagaimana Allah memenangkan Perang badar, perang terbesar di jaman Rasulullah. Dimana jumlah muslimin jauh lebih sedikit namun berhasil memenanggkan laga. Salah satu alasannya, adalah karena dikabulkannya doa rasulullah dalam perang itu. Maka, dijaman kita saat ini, ketika fisik memang belum mampu bergabung dengan Mujahid Gaza, doa adalah niscaya. Ia tidak boleh
ditinggalkan demi kejayaan Al Aqsgo dan umat islam. Mari lantunkan doa doa terikhlas kita. Setiap selesai sholat, di sepertiga malam terakhir, di waktu sahur, di watu pagi, di waktu dhuha, di kala puasa , di hari jum’at dan seterusnya. Mari berdoa bersama untuk kemerdekaan negeri tercinta Palestina. Allahummanshur ikhwananaa muslimiina wal mujahidiina fi filistin. “Ya Allah, tolonglah Saudara kami, kamu muslimin dan para pejuang di Palestina.” Amiin Ya Robbal ‘alamiin.
Terakhir, bahwa semuanya adalah mimpi. Kemerdekaan palestina hanyalah retorika ketika kita tidak bersatu. Seperti fatah dan hamas yang hingga kini masih berseberangan. Begitupun kita, umat muslim di Indonesia, terlebih di seluruh penjuru dunia. Ketika perbedaan yang ada masih mendominasi, dilatar belakangi oleh semangat fanatisme golongan, maka sekali lagi, kemerdekaan Palestina tidaklah mungkin terjadi. Maka, bersatu dalam naungan islam, bersatu dalam naungan syari’ah, bersatu dalam naungan khilafah islamiyah, adalah Niscaya bagi kemerdekaan bangsa Palestina, juga bangsa muslim yang terjajah lainnya.
Cukuplah Allah mengingatkan kita dalam firmannya, ““Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dulu bermusuhan maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imron [3]: 103).
Mudah mudahan Qur’an senantiasa mengingatkan kita, bahwa Allah telah berjanji di dalam kalam suciNya, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7)
Dan salah satu bentuk menolong agama Allah, adalah memerdekakan Palestina dan negeri Muslim lainnya. Memerdekakan mereka dari segala bentuk penjajahan. Semampu kita.
Semoga Allah memudahkan kita untuk menjadi penolong AgamaNya. Amiin Ya Robb.
Pirman Hidayatullah
dakwatuna.com
3#P5002