Pada suatu saat beliau ditanya oleh muridnya, “Ya syaikh, apa yang dimaksud dengan mastatho’tum?”
Sang Syaikh pun membawa muridnya ke lapangan. Meminta semua muridnya berlari sekuat tenaga mengelilingi lapangan semampu mereka. Titik dan waktu keberangkatan sama, akan tetapi waktu akhir dan jumlah putaran setiap murid berbeda.
Satu putaran masih belum terasa. Putaran ke-2 berkurang tenaga. Kini mulai berguguran perlahan di putaran ke-3. Hingga tersisa beberapa saja yang masih berusaha sekuat tenaga. Hingga akhirnya satu persatu merasa lelah, menyerah. Mereka semua pun menepi ke pinggir lapangan, kelelahan. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, semampu mereka.
Setelah semua muridnya menyerah, Sang Syaikh pun tak mau kalah. Beliau berlari mengelilingi lapangan hingga membuat semua muridnya keheranan. Semua murid kaget dan tidak tega melihat gurunya yang sudah tua itu kepayahan. Satu putaran masih berseri-seri. Dua putaran mulai pucat pasi. Tiga putaran mulai kehilangan kendali. Menuju putaran yang ke-4 Sang Syaikh makin tampak kelelahan, raut mukanya memerah, keringat bertetesan, nafas tersengal-sengal tidak beraturan. Tapi beliau tetap berusaha. Terus berlari sekuat tenaga, dari cepat, melambat, melambat lagi, hingga kemudian beliau pun terhuyung tanpa penyangga. Energinya terkuras habis tak tersisa. Beliau jatuh pingsan, tak sadarkan diri.
Setelah beliau siuman dan terbangun, muridnya bertanya, “Syaikh, apa yang hendak engkau ajarkan kepada kami?”
“Muridku, inilah yang dinamakan titik mastatho’tum. Titik di mana saat kita berusaha semaksimal tenaga sampai Alloh sendiri yang menghentikan perjuangan kita,” jawab Sang Syaikh dengan mantap.
Teman, semoga kita dijauhkan dari kemalasan, dari lemahnya ‘azzam, dari kecilnya kontribusi kita.
Semoga kita bisa memprioritaskan alokasi tenaga secara khusus untuk perjuangan di jalan dakwah ini.
#P5205
Temukan Sahabat Hijrahmu Disini!
Langkah Hijrah Bersama Selamanya